NEWS Enrekang– Penolakan terhadap rencana eksplorasi tambang emas di wilayah Kabupaten Enrekang terus menguat. Warga Kelurahan Leoran, Kecamatan Enrekang, dengan tegas menolak proyek tambang emas yang disebut akan digarap oleh perusahaan CV Hadaf Karya Mandiri.
Mereka khawatir, aktivitas tambang yang direncanakan berlangsung sejak 2026 hingga 2039 itu akan membawa bencana ekologis: air sungai tercemar, tanah longsor, dan hilangnya sumber kehidupan yang selama ini menopang kebutuhan warga.
“Kami Menolak, Apapun Alasannya”
Penolakan warga Leoran bukan tanpa alasan. Di tepi Sungai Leoran dan Ba’ka—dua aliran air utama yang selama ini menjadi sumber air bersih masyarakat—rencananya akan dilakukan eksplorasi emas. Warga menilai, jika proyek itu benar dijalankan, dampak lingkungan akan langsung dirasakan.
“Kami warga Leoran dengan tegas menolak adanya tambang emas yang akan beroperasi di kampung kami, apapun alasannya,” ujar Wahy, salah satu tokoh warga yang memimpin aksi penolakan.
Menurut Wahy, pihak perusahaan telah melakukan sosialisasi dan mengklaim telah mengantongi izin resmi dari pemerintah pusat. Namun, hal itu justru semakin memicu kekhawatiran masyarakat.
“Mereka datang sosialisasi, bilang sudah ada izin resmi sampai tahun 2039. Tapi kami tetap menolak karena tahu risikonya besar,” lanjutnya.
Air Sungai, Sumber Kehidupan yang Terancam
Bagi masyarakat Leoran, Sungai Leoran dan Ba’ka bukan sekadar aliran air. Sungai ini menjadi urat nadi kehidupan: sumber air bersih, tempat mencari ikan, hingga irigasi pertanian warga.
“Kalau sungainya ditambang, otomatis airnya kotor. Padahal itu sumber air utama kami untuk mandi, masak, dan minum,” ujar Wahy.

Baca Juga: KP2KP Enrekang Jemput Bola Gelar Pojok Pajak Dukung Aktivasi Coretax di BKAD
Kekhawatiran itu bukan tanpa dasar. Lokasi rencana tambang berada di daerah pegunungan dengan kontur tanah curam dan mudah longsor. Bahkan, sebelum aktivitas tambang dimulai pun, wilayah itu disebut sudah kerap mengalami pergerakan tanah.
“Belum ada aktivitas tambang saja, sudah sering longsor. Apalagi kalau nanti ada alat berat dan penggalian. Itu bisa bahaya sekali,” tambahnya.
Belajar dari Pengalaman Pahit
Beberapa warga Leoran diketahui pernah bekerja di sektor tambang di wilayah lain di Sulawesi. Mereka membawa cerita pahit tentang kerusakan lingkungan akibat aktivitas tambang emas.
“Ada warga kami yang dulu kerja di tambang, mereka lihat langsung bagaimana sungai jadi rusak, tanah jadi gersang. Itu juga yang bikin kami mantap menolak,” tegas Wahy.
Bagi warga, pengalaman itu menjadi pelajaran berharga agar tidak mengulangi kesalahan yang sama di kampung sendiri. Mereka berharap pemerintah daerah berdiri bersama rakyat, bukan perusahaan.






