NEWS Enrekang– Dari kaki gunung Massenrempulu yang hijau hingga ruang-ruang digital yang ramai, gelombang penolakan terhadap rencana tambang emas oleh CV Hadaf Karya Mandiri menggema kian keras. Di tanah yang selama ini subur dan menumbuhkan kehidupan, warga menegaskan satu hal: tanah dan air bukan komoditas, tetapi kehidupan itu sendiri.
Rencana perusahaan tersebut menambang emas di dua kecamatan—Enrekang dan Cendana—memantik kecaman dari masyarakat, aktivis lingkungan, dan tokoh pemuda. Sosialisasi proyek yang dilakukan perusahaan dianggap sebagai bentuk arogansi investasi, karena tidak melibatkan masyarakat dalam proses Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal), sebagaimana diamanatkan undang-undang.
“Bukan Sekadar Tambang, Tapi Ancaman untuk Kehidupan”
Ketua Pergerakan Koalisi Rakyat (PERKARA), Misbah Juang, berdiri di barisan terdepan dalam gerakan penolakan tersebut. Ia menegaskan, tambang emas di Enrekang bukan sekadar proyek ekonomi, tetapi ancaman terhadap masa depan ekologis dan sosial warga.
Menurutnya, aktivitas pertambangan emas akan membawa dampak berlapis: pencemaran air akibat merkuri dan sianida, hilangnya lahan pertanian produktif, rusaknya ekosistem sungai, serta terganggunya sumber air bersih yang menopang ribuan jiwa di Enrekang.
“Kami mendukung sepenuhnya sikap masyarakat. Tambang emas tidak membawa kesejahteraan, hanya meninggalkan lubang dan penderitaan,” lanjutnya.
Moralitas yang Dilanggar, Hukum yang Diabaikan
PERKARA menilai, proyek tambang emas di Enrekang bukan hanya bermasalah secara administratif, tetapi juga ilegal secara moral dan ekologis. Misbah menyoroti sejumlah payung hukum yang dilanggar jika proyek ini tetap berjalan:
-
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup — Pasal 22 mewajibkan adanya Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) sebelum penerbitan izin.
-
Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan — Pasal 38 melarang aktivitas tambang terbuka di kawasan hutan lindung.
-
Peraturan Menteri ESDM Nomor 26 Tahun 2018 — menetapkan wilayah cekungan air tanah lindung sebagai area yang tidak boleh dijadikan lokasi penambangan.
Warga Menolak, Alam Menjerit

Baca Juga: Ketua TP PKK Enrekang Serahkan Daging Qurban Dam Haji 2025
Di lapangan, penolakan terhadap tambang emas terus menguat. Warga di sekitar wilayah yang disebut-sebut sebagai lokasi eksplorasi melakukan berbagai aksi—dari pemasangan spanduk hingga forum diskusi di balai desa.
Bagi mereka, tanah di Enrekang bukan sekadar hamparan lahan, melainkan warisan leluhur dan sumber kehidupan. Air yang mengalir dari pegunungan Massenrempulu tidak hanya menyirami sawah dan ladang, tetapi juga menghidupi generasi.
Gerakan “Selamatkan Bumi Massenrempulu”
Dalam pernyataan sikap resminya, PERKARA mengajukan tiga tuntutan utama:
-
Menolak seluruh bentuk eksplorasi dan eksploitasi tambang emas oleh CV Hadaf Karya Mandiri di Kabupaten Enrekang.
-
Mendesak Pemerintah Daerah dan Kementerian ESDM untuk membatalkan atau menolak izin pertambangan yang bertentangan dengan prinsip keadilan ekologis.
-
Mengajak seluruh elemen masyarakat, pemuda, dan mahasiswa bersatu dalam gerakan “Selamatkan Bumi Massenrempulu, Tolak Tambang Emas!”
Misbah menutup pernyataannya dengan kalimat yang kini menjadi seruan moral perlawanan:
“Kami tidak akan diam. Bumi Massenrempulu harus diselamatkan dari keserakahan. Tidak ada pembangunan yang sepadan dengan hancurnya air, tanah, dan kehidupan rakyat.”






